selamat datang di Blog Dela Angraina Kawan:)

Senin, 15 Desember 2014

Psikoneurosis dan Psikosis

Psikoneurosis

A.  Definisi

   Psikoneurosis atau yang lebih singkat disebut neurosis adalah suatu kelainan mental, hanya memberi pengaruh pada sebagian kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai dengan keadaan cemas yang kronis, gangguan – gangguan pada indera dan motorik, hambatan emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan, dan kurang memiliki energi fisik (Dali Gulo, dalam Deekece, 2012).
   Psikoneurosis adalah gangguan yang terjadi hanya pada sebagian kepribadian. Karena gangguan hanya pada sebagian kepribadian, maka yang bersangkutan masih bisa melakukan pekerjaan/aktivitas sehai-hari. Sebenarnya psikoneurosis bukanah suatu penyakit, yang bersangkutan masih dapat kita sebut normal.Psikoneurosis pada hakikatnya bukanlah suatu penyakit. Orang-orang yang menderita psikoneurosis pada umumnya dapat kita golongkan sebagai orang yang normal. Yang diderita oleh psikoneurosis adalah ketegangan pribadi yang terus menerus. Orang tersebut tidak dapat mengatasi konfliknya sehingga ketegangan tidak kunjung reda dan akhirnya menjadi neurosis. Psikoneurosis dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam diri sendiri.
   Jadi, psikoneurosis merupakan gangguan yang terjadi hanya pada sebagian dari kepribadian, sehingga orang yang mengalaminya masih bisa melakuka pekerjaan – pekerjaan biasa sehari – hari atau masih bisa belajar dan jarang memerlukan perawatan khusus di rumah sakit atau di tempat – tempat tertentu.

B.  Karakteristik Umum Perilaku Psikoneurosis
            Menurut Chaplin (2009: 82) yang menjadi karakteristik neurosis adalah (1) satu bentuk neurosa yang sudah berlanjut lama, atau gangguan jiwa yag muncul pada masa kanak – kanak dan (2) satu gangguan psikologis yang ditandai dengan kebimbingan dalam kemauan.
            Chaplin (2009: 465) juga menyebutkan bahwa suatu gangguan neurosis disebabkan oleh satu situasi yang sangat traumatis sifatnya, misalnya satu pertempuran, sebagai lawan dari neurosa karakter, yang diakibatkan oleh gangguan kepribadian yang parah pada masa kanak – kanak.
            Sedangkan Kartini Kartono (dalam Deekece, 2012) berpendapat sebab – sebab dari timbulnya psikoneurosis adalah:
1.        Tekanan – tekanan sosial yang berat dan tekana kultural yang sangat kuat, yang menyebabkan ketakutan – kecemasan dan ketegangan – ketegangan dalam batin sendiri yag kronis dan berat, sehingga individu yang bersangkutan mengalami kepatahan mental
2.        Individu mengalami banyak frustasi, konflik – konflik emosional, dan konflik internal yang serius, yang sudah dimulai sejak masa kanak – kanak
3.        Individu pada umumnya menjadi tidak rasional sebab sering memakai defence mekanisme yang negatif dan lemahlah pertahanan diri secara fisik dan mental
4.        Pribadinya sangat labil, tidak imbang, dan kemauannya sangat lemah.

Dari pernyataan diatas jelaslah bahwasanya penyebab dari psikoneurosis adalah ketidakmampuan individu dalam menghadapi masalah – masalah yang dialaminya disebabkan karena pribadi individu tidak terintegrasi.

C.  Jenis – jenis Psikoneurosis
            Kelainan jiwa yang disebut neurosis ditandai dengan bermacam-macam gejala. Dan berdasarkan gejala yang paling menonjol, sebutan atau nama untuk jenis neurosis diberikan. Dengan demikian pada setiap jenis neurosis terdapat ciri-ciri dari jenis neurosis yang lain, bahkan kadang-kadang ada pasien yang menunjukkan begitu banyak gejala sehingga gangguan jiwa yang dideritanya sukar untuk dimasukkan pada jenis neurosis tertentu (W.F. Maramis, dalam Deekece, 2012)
            Bahwa nama atau sebutan untuk neurosis diberikan berdasarkan gejala yang paling menonjol atau paling kuat. Atas dasar kriteria ini para ahli mengemukakan jenis-jenis neurosis sebagai berikut (W.F. Maramis, dalam Deekece,2012) :
1.    Neurosis cemas (anxiety neurosis atau anxiety state)
a.    Gejala-gejala neurosis cemas
     Tidak ada rangsang yang spesifik yang menyebabkan kecemasan, tetapi bersifat mengambang bebas, apa saja dapat menyebabkan gejala tersebut. Bila kecemasan yang dialami sangat hebat maka terjadi kepanikan.
1)   Gejala somatis dapat berupa sesak nafas, dada tertekan, kepala ringan seperti mengambang, lekas lelah, keringat dingan, dst.
2)   Gejala psikologis berupa kecemasan, ketegangan, panik, depresi, perasaan tidak mampu, dst.
b.   Faktor penyeban neurosis cemas
     Menurut Maramis (dalam Deekece, 2012), faktor pencetus neurosis cemas sering jelas dan secara psikodinamik berhubungan dengan faktor-faktor yang menahun seperti kemarahan yang dipendam.
c.    Terapi untuk penderita neurosis cemas
     Terapi untuk penederita neurosis cemas dilakukan dengan menemukan sumber ketakutan atau kekuatiran dan mencari penyesuaian yang lebih baik terhadap permasalahan. Mudah tidaknya upaya ini pada umumnya dipengaruhi oleh kepribadian penderita.

Ada beberapa jenis terapi yang dapat dipilih untuk menyembuhkan neurosis cemas, yaitu :
1)   Psikoterapi Individual
2)   Psikoterapi Kelompok
3)   Psikoterapi Analitik
4)   Sosioterapi
5)   Terapi Seni Kreatif
6)   Terapi Kerja
7)   Terapi Perilaku dan Farmakoterapi.
2.    Histeria
a.    Gejala-Gejala Histeria
          Histeria merupakan neurosis yang ditandai dengan reaksi-reaksi emosional yang tidak terkendali sebagai cara untuk mempertahankan diri dari kepekaannya terhadap rangsang-rangsang emosional. Pada neurosis jenis ini fungsi mental dan jasmaniah dapat hilang tanpa dikehendaki oleh penderita. Gejala-gejala sering timbul dan hilang secara tiba-tiba, terutama bila penderita menghadapi situasi yang menimbulkan reaksi emosional yang hebat.
b.   Jenis-jenis Histeria
          Histeria digolongkan menjadi 2, yaitu reaksi konversi atau histeria minor dan reaksi disosiasi atau histeria mayor.
1)   Histeria minor atau reaksi konversi
     Pada histeria minor kecemasan diubah atau dikonversikan (sehingga disebut reaksi konversi) menjadi gangguan fungsional susunan saraf somatomotorik atau somatosensorik, dengan gejala: lumpuh, kejang-kejang, mati raba, buta, tuli, dst.
2)   Histeria mayor atau reaksi disosiasi
     Histeria jenis ini dapat terjadi bila kecemasan yang yang alami penderita demikian hebat, sehingga dapat memisahkan beberapa fungsi kepribadian satu dengan lainnya sehingga bagian yang terpisah tersebut berfungsi secara otonom, sehingga timbul gejala-gejala : amnesia, somnabulisme, fugue dan kepribadian ganda.
c.    Faktor penyebab histeria
          Menurut Sigmund Freud, histeria terjadi karena pengalaman traumatis (pengalaman menyakitkan) yang kemudian direpresi atau ditekan ke dalam alam tidak sadar. Maksudnya adalah untuk melupakan atau menghilangkan pengalaman tersebut. Namun pengalaman traumatis tersebut tidak dapat dihilangkan begitu saja, melainkan ada dalam alam tidak sadar (uncociousness) dan suatu saat muncul kedalam sadar tetapi dalam bentuk gannguan jiwa.



d.   Terapi terhadap penderita histeria
            Ada beberapa teknik terapi yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan hysteria yaitu:
1)        Teknik hipnosis (pernah diterapkan oleh dr. Joseph Breuer)
2)        Teknik asosiasi bebas (dikembangkan oleh Sigmund Freud)
3)        Psikoterapi suportif.
4)        Farmakoterapi.

3.    Neurosis fobik
a.    Gejala-gejala neurosis fobik
          Neurosis fobik merupakan gangguang jiwa dengan gejala utamanya fobia, yaitu rasa takut yang hebat yang bersifat irasional terhadap suatu benda atau keadaan. Fobia dapat menyebabkan timbulnya perasaan seperti akan pingsan, rasa lelah, mual, panik, berkeringat dst.
          Ada bermacam-macam fobia yang nama atau sebutannya menurut faktor yang menyebabkan ketakutan tersebut, misalnya :
1)             Hematophobia: takut melihat darah
2)             Hydrophobia: takut pada air
3)             Pyrophibia: takut pada api
4)              Acrophobia: takut berada di tempat yang tinggi
b.   Faktor penyebab neurosis fobik
            Neurosis fobik terjadi karena penderita pernah mengalami ketakutan dan shock hebat berkenaan dengan situasi atau benda tertentu, yang disertai perasaan malu dan bersalah. Pengalaman traumastis ini kemudian direpresi (ditekan ke dalam ketidak sadarannya). Namun pengalaman tersebut tidak bisa hilang dan akan muncul bila ada rangsangan serupa.
c.    Terapi untuk penderita neurosis fobik
          Menurut Maramis (dalam Deekece, 2012) neurosa fobik sulit untuk dihilangkan sama sekali bila gangguan tersebut telah lama diderita atau berdasarkan fobi pada masa kanak-kanak. Namun bila gangguan tersebut relatif baru dialami proses penyembuhannya lebih mudah. Teknik terapi yang dapat dilakukan untuk penderita neurosis fobik adalah :
1)   Psikoterapi suportif, upaya untuk mengajar penderita memahami apa yang sebenarnya dia alami beserta psikodinamikanya.
2)   Terapi perilaku dengan deconditioning, yaitu setiap kali penderita merasa takut dia diberi rangsang yang tidak menyenagkan.
3)   Terapi kelompok.
4)   Manipulasi lingkungan.

4.    Neurosis obsesif-kompulsif
a.    Gejala-gejala neurosis obsesif-kompulsif
          Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide yang mendesak ke dalam pikiran atau menguasai kesadaran dan istilah kompulsif menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk tidak dilakukan meskipun sebenarnya perbuatan tersebut tidak perlu dilakukan.
Contoh obsesif-kompulsif antara lain :
1)   Kleptomania : keinginan yang kuat untuk mencuri meskipun dia tidak  membutuhkan barang yang ia curi.
2)   Pyromania : keinginan yang tidak bisa ditekan untuk membakar sesuatu.
3)   Wanderlust : keinginan yang tidak bisa ditahan untuk bepergian.
4)   Mania cuci tangan : keinginan untuk mencuci tangan secara terus menerus.
b.   Faktor penyebab neurosis obsesif-kompulsif
          Neurosis jenis ini dapat terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut
1)   Konflik antara keinginan-keinginan yang ditekan atau dialihkan.
2)   Trauma mental emosional, yaitu represi pengalaman masa lalu (masa kecil).
3)   Terapi untuk penderita neurosis obsesif-kompulsif
4)   Psikoterapi suportif;
5)   Penjelasan dan pendidikan;
6)   Terapi perilaku.
5.    Neurosis depresif
a.    Gejala-gejala neurosis depresif
          Neurosis depresif merupakan neurosis dengan gangguan utama pada perasaan dengan ciri-ciri: kurang atau tidak bersemangat, rasa harga diri rendah, dan cenderung menyalahkan diri sendiri. Gejala-gejala utama gangguan jiwa ini adalah :
1)        Gejala Jasmaniah : senantiasa lelah.
2)        Gejala Psikologis : sedih, putus asa, cepat lupa, insomnia, anoreksia, ingin mengakhiri hidupnya.
b.   Faktor penyebab neurosis depresif
          Menurut hasil riset mutakhir sebagaimana dilakukan oleh David D. Burns, bahwa depresi tidak didasarkan pada persepsi akurat tentang kenyataan, tetapi merupakan produk “keterpelesetan mental, bahwa depresi bukanlah suatu gangguan emosional sama sekali, melainkan akibat dari adanya distorsi kognitif atau pemikiran yang negatif yang kemudian menciptakan suasana jiwa terutama perasaan yang negatif pula.
          Burns berpendapat bahwa persepsi individu terhadap realitas tidak selalu bersifat objektif. Individu memahami realitas bukan bagaimana sebenarnya realitas tersebut melainkan bagaimana realitas tersebut ditafsirkan. Dan penafsiran ini bisa keliru bahkan bertentangan dengan realitas sebenarnya.
c.    Terapi untuk penderita neurosis depresif
          Untuk menyembuhkan depresi, Burns telah mengembangkan teknik terapi dengan prinsip yang disebut terapi kognitif, yang dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:
1)        Bahwa semua rasa murung disebabkan oleh kesadaran atau pemikiran yang bersangkutan.
2)        Jika depresi sedang terjadi maka berarti pemikiran telah dikuasai oleh kekeliruan yang mendalam.
3)        Bahwa pemikiran negative menyebabkan kekacauan emosional.
          Terapi kognitif dilakukan dengan cara membetulkan pikiran yang salah, yang telah menyebabkan terjadinya kekacauan emosional. Selain terapi kognitif, bisa pula penderita depresi mendapatkan farmakoterapi.
    
6.    Neurasthenia
a.    Gejala-gejala neurasthenia
          Neurasthenia disebut juga penyakit payah. Gejala utama gangguan ini adalah tidak bersemangat, cepat lelah meskipun hanya mengeluarkan tenaga yang sedikit, emosi labil dan kemampuan berpikir menurun.
          Di samping gejala-gejala utama tersebut juga terdapat gejala-gejala tambahan, yaitu insomnia, kepala pusing, sering merasa dihinggapi bermacam-macam penyakit dsb.
b.   Faktor penyebab neurasthenia
          Neurasthenia dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1)        Terlalu lama menekan perasaan, pertentangan batin, kecemasan.
2)        Terhalanginya keinginan-keinginan.
3)        Sering gagal dalam menghadapi persaingan-persaingan
c.    Terapi untuk penderita neurasthenia
Upaya membantu penyembuahn penderita neurasthenia dapat dilakukan dengan teknik terapi sebagai berikut:
1)        Psikoterapi supportif
2)        Terapi olah raga
3)        Farmakoterapi.

D.  Cara Penanggulangan Gangguan Psikoneurosis
            Penderita Neurosis bisa ditolong dengan memberikan obat untuk menenangkan dirinya namun itu hanya langkah awal untuk melakukan pencegahan, hal berikutnya yang dilakukan dengan memberikan terapi kejiwaan kepada sipenderita melalui jasa psikiater. Namun tidak lupa diberikan bimbingan untuk melakukan pendekatan kepada sang pencipta dengan membiasakan beribadah.
Secara umum penanganannya meliputi 3 strategi (Sri,2013) yaitu:
1.      Membantu individu untuk membedakan antara pikiran dengan tindakan.
2.      Menerima segala sesuatu seperti pantangannya sebagaimana orang lainnya dan mengintegrasikannya kedalam struktur pribadi
3.      Membantu individu untuk membedakan antara bahaya yang memang real dengan bahaya yang hanya bersifat bayangan saja/pikiran dan berespon secara tepat terhadap bahaya yang dirasakan
4.      Memblock perilaku yang mengganggu dengan cara memberikan ganjaran yang setimpal bagi yang bersangkutan.
            Keseluruhan strategi tersebut bertujuan untuk mengurangi gangguan psikoneurosis dan membantu individu untuk bertindak secara wajar dan normal. Namun, upaya ini membutuhkan waktu sampai dengan gangguan tersebut benar – benar hilang.

                                           I.                        Psikosis
A.  Definisi
Psikosis adalah gejala gangguan mental berat di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mengenali realitas atau berhubungan dengan orang lain dan mereka biasanya berperilaku dengan cara yang tidak tepat dan aneh. Psikosis muncul sebagai gejala dari sejumlah gangguan mental, termasuk gangguan suasana hati (mood) dan gangguan kepribadian, skizofrenia, halusinasi, delusi, katatonia dan penyalahgunaan zat.

B.  Penyebab Psikosis
Penyebab gejala penyakit mental yang lazim diklasifikasikan sebagai "organik" atau "fungsional". Kondisi organik terutama medis atau patofisiologi, sedangkan, kondisi fungsional terutama psikiatris atau psikologis.

1.   Psikologis
Penyebab psikosis fungsional meliputi:
a.       Tumor otak
b.      Obat amfetamin penyalahgunaan, kokain, alkohol antara lain
c.       Kerusakan otak
d.      Skizofrenia, gangguan schizophreniform, gangguan schizoafektif, gangguan psikotik singkat
e.       Gangguan bipolar (manik depresi)
f.       Parah klinis depresi
g.      Parah stres psikososial
h.      Kurang tidur
i.        Beberapa gangguan epilepsi fokal terutama jika lobus temporal dipengaruhi
j.        Paparan beberapa peristiwa traumatik (kematian kekerasan, dll)
k.      Tiba-tiba atau over-cepat menarik diri dari obat rekreasi atau diresepkan tertentu.

Sebuah episode psikotik dapat secara signifikan dipengaruhi oleh suasana hati. Sebagai contoh, orang yang mengalami episode psikotik dalam konteks depresi mungkin mengalami delusi persecutory atau diri menyalahkan atau halusinasi, sementara orang-orang mengalami episode psikotik dalam konteks mania dapat membentuk delusi megah.
Stres diketahui untuk berkontribusi dan memicu negara psikotik. Riwayat psikologis peristiwa traumatik, dan pengalaman baru-baru ini peristiwa stres, dapat baik berkontribusi pada pengembangan psikosis.  Psikosis singkat dipicu oleh stres yang dikenal sebagai psikosis reaktif singkat, dan pasien dapat pulih secara spontan berfungsi normal dalam waktu dua minggu.
Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, individu dapat tetap dalam keadaan full-blown psikosis selama bertahun-tahun, atau mungkin memiliki gejala psikotik dilemahkan (seperti halusinasi intensitas rendah) hadir paling banyak kali. Kurang tidur telah dikaitkan dengan psikosis. Namun, ini bukan resiko bagi kebanyakan orang, yang hanya mengalami halusinasi hypnagogic atau hypnopompic, yaitu pengalaman indrawi yang tidak biasa atau pikiran yang muncul saat bangun tidur atau tertidur. Ini adalah fenomena tidur normal dan tidak dianggap tanda-tanda psikosis.
       .
2.   Umum medis
      Psikosis yang timbul dari “organik” (non-psikologis) kondisi kadang-kadang dikenal sebagai psikosis sekunder. Hal ini dapat dikaitkan dengan patologi berikut:
a.       Gangguan Neurologis, Termasuk:
1)            Tumor otak
2)            Demensia dengan badan lewy
3)            Multiple sclerosis
4)            Sarkoidosis
5)            Penyakit lyme
6)            Sipilis
7)            Penyakit alzheimer
8)            Penyakit parkinson
9)            Anti-reseptor NMDA ensefalitis
b.      Elektrolit gangguan seperti:
1)             Hipokalsemia
2)             Hipernatremia
3)             Hiponatremia
4)             Hipokalemia
5)             Hypomagnesemia
6)             Hypermagnesemia
7)             Hypercalcemia
8)             Hypophosphatemia
9)             Hipoglikemia
10)         Lupus
11)         Aids
12)         Kusta
13)         Malaria
14)         Onset dewasa menghilang leukoencephalopathy materi putih
15)         Akhir-onset metachromatic leukodystrophy
16)         Cerebral keterlibatan skleroderma (laporan kasus tunggal).
17)         Hashimoto ensefalopati, suatu kondisi yang sangat jarang terjadi (sekitar 100 kasus yang dilaporkan).
Psikosis bahkan dapat disebabkan oleh penyakit tampaknya tidak berbahaya seperti flu atau gondok.

3.      Penggunaan Narkoba Psikoaktif
      Berbagai zat psikoaktif (baik legal dan ilegal) telah terlibat dalam menyebabkan, memperburuk, dan / atau mempercepat negara psikotik dan / atau gangguan pada pengguna.
      Beberapa obat-obatan seperti fenilpropanolamin bromocriptine dan juga dapat menyebabkan atau memperburuk gejala-gejala psikotik.

C.    Gejala Psikosis
         Orang dengan psikosis mungkin memiliki satu atau lebih dari berikut ini: halusinasi, delusi, atau gangguan berpikir, seperti yang dijelaskan di bawah ini.
1.      Halusinasi
Sebuah halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensorik tanpa adanya rangsangan eksternal. Mereka berbeda dari ilusi, atau distorsi persepsi, yang merupakan persepsi dari rangsangan eksternal.
Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari lima indra dan mengambil hampir semua bentuk, yang mungkin termasuk sensasi sederhana (seperti lampu, warna, rasa, dan bau) dengan pengalaman lebih bermakna seperti melihat dan berinteraksi dengan hewan sepenuhnya terbentuk dan orang-orang, mendengar suara, dan memiliki sensasi taktil kompleks.
Halusinasi pendengaran, terutama pengalaman mendengar suara-suara, adalah fitur umum dan sering menonjol dari psikosis. Suara halusinasi mungkin berbicara tentang, atau, orang, dan mungkin melibatkan beberapa pembicara dengan personas berbeda. Halusinasi auditori cenderung sangat menyedihkan ketika mereka merendahkan, memerintah atau dibicarakan di. Namun, pengalaman mendengar suara-suara tidak perlu selalu menjadi salah satu yang negatif.
Satu penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang mendengar suara-suara yang tidak membutuhkan bantuan psikiater. The Mendengar Suara Gerakan telah kemudian telah diciptakan untuk mendukung pendengar suara, terlepas dari apakah mereka dianggap memiliki penyakit mental atau tidak.
2.      Delusi
Psikosis mungkin melibatkan keyakinan delusional, beberapa di antaranya paranoid di alam. Karl Jaspers telah mengklasifikasikan delusi psikotik ke'' primer'' dan'' sekunder jenis''.
Delusi primer didefinisikan sebagai yang timbul secara tiba-tiba dan tidak dipahami dalam hal proses mental normal, sedangkan delusi sekunder dapat dipahami sebagai dipengaruhi oleh latar belakang seseorang atau situasi saat ini (misalnya, orientasi seksual atau etnis, agama, keyakinan takhayul).
3.      Gangguan pikiran
Gangguan pikiran menggambarkan gangguan yang mendasari pikiran sadar dan sebagian besar diklasifikasikan oleh efek pada berbicara dan menulis. Orang yang terkena dampak menunjukkan melonggarnya asosiasi, yaitu, pemutusan dan disorganisasi dari isi semantik berbicara dan menulis. Dalam pidato bentuk parah menjadi dimengerti dan dikenal sebagai "kata-salad".
4.      Skala
Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) menilai tingkat 18 konstruksi gejala psikosis seperti permusuhan, kecurigaan, halusinasi, dan kebesaran. Hal ini didasarkan pada wawancara dokter dengan pasien dan pengamatan perilaku pasien selama 2-3 hari sebelumnya. Keluarga pasien juga dapat memberikan laporan perilaku.
5.      Psikosis Intervensi Dini
Intervensi dini pada psikosis adalah sebuah konsep yang relatif baru berdasarkan pengamatan bahwa mengidentifikasi dan mengobati seseorang di tahap awal psikosis secara signifikan dapat meningkatkan hasil jangka panjang mereka.
Pendekatan ini menganjurkan penggunaan pendekatan multi-disiplin intensif selama apa yang dikenal sebagai periode kritis, di mana intervensi yang paling efektif, dan mencegah morbiditas jangka panjang terkait dengan penyakit psikotik kronis.
Baru penelitian efektivitas terapi perilaku kognitif pada tahap pra-sepintas awal psikosis (juga dikenal sebagai "prodrome" atau "beresiko keadaan mental") menunjukkan bahwa masukan tersebut dapat mencegah atau menunda timbulnya psikosis.
Menurut Singgih D. Gunarsa (1998 : 140), psikosis ialah gangguan jiwayang meliputi keseluruhan kepribadian, sehingga penderita tidak bisamenyesuaikan diri dalam norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum.W.F. Maramis (2005 : 180), menyatakan bahwa psikosis adalah suatugangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality ). Kelainanseperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan-gangguan pada perasaan,pikiran, kemauan, motorik, dst. sedemikian berat sehingga perilaku penderitatidak sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak dapatdimengerti oleh orang normal, sehingga orang awam menyebut penderitasebagai orang gila. Berbicara mengenai psikosis, Zakiah Daradjat (1993 : 56), menyatakansebagai berikut.
Seorang yang diserang penyakit jiwa (psychosis), kepribadiannya terganggu, dan selanjutnya menyebabkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan wajar, dan tidak sanggup memahami problemnya. Seringkali orang sakit jiwa tidak merasa bahwa dirinya sakit, sebaliknya ia menganggap dirinya normal saja, bahkan lebih baik, lebih unggul, dan lebih penting dari orang lain. Definisi berikutnya tentang psikosis (Medline Plus, 200) rumusannya sebagai berikut: Psikosis, menurut Medline Plus adalah kelainan jiwa yang ditandai dengan hilangnya kontakdengan realitas, biasanya mencakup ide-ide yang salah tentang apa yang sebenarnya terjadi, delusi, atau melihat atau mendengar sesuatu yangsebenarnya tidak ada (halusinasi).Dari empat pendapat tersebut dapat diperoleh gambaran tentang psikosisyang intinya sebagai berikut:
a.       Psikosis merupakan gangguan jiwa yang berat, atau tepatnya penyakit jiwa, yang terjadi pada semua aspek kepribadian.
b.      Bahwa penderita psikosis tidak dapat lagi berhubungan dengan realitas,penderita hidup dalam dunianya sendiri.
c.       Psikosis tidak dirasakan keberadaannya oleh penderita. Penderitatidak menyadari bahwa dirinya sakit.
d.      Usaha menyembuhkan psikosis tak bias dilakukan sendiri olehpenderita tetapi hanya bisa dilakukan oleh pihak lain.
e.       Dalam bahasa sehari-hari, psikosis disebut dengan istilah gila.














                                        II.                        Perbedaan Psikosis dan Psikoneurosis