Psikoneurosis
A. Definisi
Psikoneurosis atau yang lebih
singkat disebut neurosis adalah suatu kelainan mental, hanya memberi pengaruh
pada sebagian kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai
dengan keadaan cemas yang kronis, gangguan – gangguan pada indera dan motorik,
hambatan emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan, dan kurang memiliki
energi fisik (Dali Gulo, dalam Deekece, 2012).
Psikoneurosis
adalah gangguan yang terjadi hanya pada sebagian kepribadian. Karena
gangguan hanya pada sebagian kepribadian, maka yang bersangkutan masih bisa
melakukan pekerjaan/aktivitas sehai-hari. Sebenarnya psikoneurosis bukanah
suatu penyakit, yang bersangkutan masih dapat kita sebut normal.Psikoneurosis
pada hakikatnya bukanlah suatu penyakit. Orang-orang yang menderita psikoneurosis pada umumnya dapat kita
golongkan sebagai orang yang normal. Yang diderita oleh psikoneurosis
adalah ketegangan pribadi yang terus menerus. Orang tersebut tidak dapat
mengatasi konfliknya sehingga ketegangan tidak kunjung reda dan akhirnya
menjadi neurosis. Psikoneurosis dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang
datang dari luar maupun yang datang dari dalam diri sendiri.
Jadi, psikoneurosis merupakan
gangguan yang terjadi hanya pada sebagian dari kepribadian, sehingga orang yang
mengalaminya masih bisa melakuka pekerjaan – pekerjaan biasa sehari – hari atau
masih bisa belajar dan jarang memerlukan perawatan khusus di rumah sakit atau
di tempat – tempat tertentu.
B. Karakteristik
Umum Perilaku Psikoneurosis
Menurut Chaplin (2009: 82) yang
menjadi karakteristik neurosis adalah (1) satu bentuk neurosa yang sudah
berlanjut lama, atau gangguan jiwa yag muncul pada masa kanak – kanak dan (2)
satu gangguan psikologis yang ditandai dengan kebimbingan dalam kemauan.
Chaplin (2009: 465) juga menyebutkan
bahwa suatu gangguan neurosis disebabkan oleh satu situasi yang sangat
traumatis sifatnya, misalnya satu pertempuran, sebagai lawan dari neurosa
karakter, yang diakibatkan oleh gangguan kepribadian yang parah pada masa kanak
– kanak.
Sedangkan Kartini Kartono (dalam
Deekece, 2012) berpendapat sebab – sebab dari timbulnya psikoneurosis
adalah:
1.
Tekanan – tekanan sosial yang berat dan tekana
kultural yang sangat kuat, yang menyebabkan ketakutan – kecemasan dan
ketegangan – ketegangan dalam batin sendiri yag kronis dan berat, sehingga
individu yang bersangkutan mengalami kepatahan mental
2.
Individu mengalami banyak frustasi, konflik – konflik
emosional, dan konflik internal yang serius, yang sudah dimulai sejak masa
kanak – kanak
3.
Individu pada umumnya menjadi tidak rasional sebab
sering memakai defence mekanisme yang negatif dan lemahlah pertahanan diri
secara fisik dan mental
4.
Pribadinya sangat labil, tidak imbang, dan kemauannya
sangat lemah.
Dari
pernyataan diatas jelaslah bahwasanya penyebab dari psikoneurosis adalah
ketidakmampuan individu dalam menghadapi masalah – masalah yang dialaminya
disebabkan karena pribadi individu tidak terintegrasi.
C. Jenis –
jenis Psikoneurosis
Kelainan jiwa yang disebut neurosis ditandai dengan bermacam-macam gejala.
Dan berdasarkan gejala yang paling menonjol, sebutan atau nama untuk jenis
neurosis diberikan. Dengan demikian pada setiap jenis neurosis terdapat
ciri-ciri dari jenis neurosis yang lain, bahkan kadang-kadang ada pasien yang
menunjukkan begitu banyak gejala sehingga gangguan jiwa yang dideritanya sukar
untuk dimasukkan pada jenis neurosis tertentu (W.F. Maramis, dalam
Deekece, 2012)
Bahwa nama atau sebutan untuk neurosis diberikan berdasarkan gejala yang
paling menonjol atau paling kuat. Atas dasar kriteria ini para ahli
mengemukakan jenis-jenis neurosis sebagai berikut (W.F. Maramis, dalam
Deekece,2012) :
1. Neurosis cemas (anxiety neurosis
atau anxiety state)
a.
Gejala-gejala
neurosis cemas
Tidak ada
rangsang yang spesifik yang menyebabkan kecemasan, tetapi bersifat mengambang
bebas, apa saja dapat menyebabkan gejala tersebut. Bila kecemasan yang dialami sangat hebat maka terjadi kepanikan.
1) Gejala somatis dapat berupa sesak nafas, dada tertekan, kepala ringan
seperti mengambang, lekas lelah, keringat dingan, dst.
2) Gejala psikologis berupa kecemasan, ketegangan, panik, depresi, perasaan
tidak mampu, dst.
b.
Faktor
penyeban neurosis cemas
Menurut
Maramis (dalam Deekece, 2012), faktor
pencetus neurosis cemas sering jelas dan secara psikodinamik berhubungan dengan
faktor-faktor yang menahun seperti kemarahan yang dipendam.
c.
Terapi untuk
penderita neurosis cemas
Terapi untuk
penederita neurosis cemas dilakukan dengan menemukan sumber ketakutan atau
kekuatiran dan mencari penyesuaian yang lebih baik terhadap permasalahan. Mudah
tidaknya upaya ini pada umumnya dipengaruhi oleh kepribadian penderita.
Ada beberapa jenis terapi yang dapat dipilih untuk menyembuhkan neurosis
cemas, yaitu :
1) Psikoterapi Individual
2) Psikoterapi Kelompok
3) Psikoterapi Analitik
4) Sosioterapi
5) Terapi Seni Kreatif
6) Terapi Kerja
7) Terapi Perilaku dan Farmakoterapi.
2.
Histeria
a.
Gejala-Gejala Histeria
Histeria merupakan neurosis yang ditandai dengan reaksi-reaksi emosional
yang tidak terkendali sebagai cara untuk mempertahankan diri dari kepekaannya
terhadap rangsang-rangsang emosional. Pada neurosis jenis ini fungsi mental dan
jasmaniah dapat hilang tanpa dikehendaki oleh penderita. Gejala-gejala sering
timbul dan hilang secara tiba-tiba, terutama bila penderita menghadapi situasi yang menimbulkan reaksi emosional yang
hebat.
b.
Jenis-jenis
Histeria
Histeria digolongkan menjadi 2, yaitu reaksi konversi atau histeria minor
dan reaksi disosiasi atau histeria mayor.
1) Histeria minor atau reaksi konversi
Pada
histeria minor kecemasan diubah atau dikonversikan (sehingga disebut reaksi
konversi) menjadi gangguan fungsional susunan saraf somatomotorik atau
somatosensorik, dengan gejala: lumpuh, kejang-kejang, mati raba, buta, tuli,
dst.
2) Histeria mayor atau reaksi disosiasi
Histeria
jenis ini dapat terjadi bila kecemasan yang yang alami penderita demikian
hebat, sehingga dapat memisahkan beberapa fungsi kepribadian satu dengan
lainnya sehingga bagian yang terpisah tersebut berfungsi secara otonom,
sehingga timbul gejala-gejala : amnesia, somnabulisme, fugue dan
kepribadian ganda.
c.
Faktor
penyebab histeria
Menurut Sigmund Freud, histeria
terjadi karena pengalaman traumatis (pengalaman menyakitkan) yang kemudian
direpresi atau ditekan ke dalam alam tidak sadar. Maksudnya adalah untuk
melupakan atau menghilangkan pengalaman tersebut. Namun pengalaman traumatis
tersebut tidak dapat dihilangkan begitu saja, melainkan ada dalam alam tidak
sadar (uncociousness) dan suatu saat muncul kedalam sadar tetapi dalam bentuk
gannguan jiwa.
d.
Terapi
terhadap penderita histeria
Ada beberapa teknik terapi yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan hysteria
yaitu:
1)
Teknik
hipnosis (pernah diterapkan oleh dr. Joseph Breuer)
2)
Teknik
asosiasi bebas (dikembangkan oleh Sigmund Freud)
3)
Psikoterapi
suportif.
4)
Farmakoterapi.
3.
Neurosis
fobik
a.
Gejala-gejala
neurosis fobik
Neurosis fobik merupakan gangguang jiwa dengan gejala utamanya fobia, yaitu
rasa takut yang hebat yang bersifat irasional terhadap suatu benda atau
keadaan. Fobia dapat menyebabkan timbulnya perasaan seperti akan pingsan, rasa
lelah, mual, panik, berkeringat dst.
Ada bermacam-macam fobia yang nama atau sebutannya menurut faktor yang
menyebabkan ketakutan tersebut, misalnya :
1)
Hematophobia: takut melihat darah
2)
Hydrophobia: takut pada air
3)
Pyrophibia: takut pada api
4)
Acrophobia:
takut berada di tempat yang tinggi
b.
Faktor
penyebab neurosis fobik
Neurosis fobik terjadi karena penderita pernah mengalami ketakutan dan
shock hebat berkenaan dengan situasi atau benda tertentu, yang disertai
perasaan malu dan bersalah. Pengalaman traumastis ini kemudian direpresi
(ditekan ke dalam ketidak sadarannya). Namun pengalaman tersebut tidak bisa
hilang dan akan muncul bila ada rangsangan serupa.
c.
Terapi untuk
penderita neurosis fobik
Menurut Maramis (dalam Deekece, 2012) neurosa fobik sulit untuk dihilangkan sama sekali bila gangguan
tersebut telah lama diderita atau berdasarkan fobi pada masa kanak-kanak. Namun
bila gangguan tersebut relatif baru dialami proses penyembuhannya lebih mudah.
Teknik terapi yang dapat dilakukan untuk penderita neurosis fobik adalah :
1) Psikoterapi suportif, upaya untuk mengajar penderita memahami apa yang
sebenarnya dia alami beserta psikodinamikanya.
2) Terapi perilaku dengan deconditioning, yaitu setiap kali
penderita merasa takut dia diberi rangsang yang tidak menyenagkan.
3) Terapi kelompok.
4) Manipulasi lingkungan.
4.
Neurosis obsesif-kompulsif
a.
Gejala-gejala
neurosis obsesif-kompulsif
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide yang mendesak ke dalam pikiran atau
menguasai kesadaran dan istilah kompulsif menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk
tidak dilakukan meskipun sebenarnya perbuatan tersebut tidak perlu dilakukan.
Contoh obsesif-kompulsif antara lain :
1)
Kleptomania : keinginan yang kuat untuk mencuri meskipun dia tidak membutuhkan
barang yang ia curi.
2)
Pyromania : keinginan yang tidak bisa ditekan untuk membakar sesuatu.
3)
Wanderlust : keinginan yang tidak bisa ditahan untuk bepergian.
4)
Mania cuci
tangan : keinginan untuk
mencuci tangan secara terus menerus.
b.
Faktor
penyebab neurosis obsesif-kompulsif
Neurosis jenis ini dapat terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut
1) Konflik antara keinginan-keinginan yang ditekan atau dialihkan.
2) Trauma mental emosional, yaitu represi pengalaman masa lalu (masa kecil).
3) Terapi untuk penderita neurosis obsesif-kompulsif
4) Psikoterapi suportif;
5) Penjelasan dan pendidikan;
6) Terapi perilaku.
5.
Neurosis
depresif
a.
Gejala-gejala
neurosis depresif
Neurosis depresif merupakan neurosis dengan gangguan utama pada perasaan
dengan ciri-ciri: kurang atau tidak bersemangat, rasa harga diri rendah, dan
cenderung menyalahkan diri sendiri. Gejala-gejala utama gangguan jiwa ini
adalah :
1)
Gejala Jasmaniah : senantiasa lelah.
2)
Gejala Psikologis : sedih, putus asa, cepat lupa, insomnia, anoreksia, ingin mengakhiri
hidupnya.
b.
Faktor
penyebab neurosis depresif
Menurut hasil riset mutakhir sebagaimana dilakukan oleh David D. Burns, bahwa depresi tidak didasarkan pada persepsi akurat tentang
kenyataan, tetapi merupakan produk “keterpelesetan” mental, bahwa depresi bukanlah suatu gangguan emosional sama sekali,
melainkan akibat dari adanya distorsi kognitif atau pemikiran yang negatif yang
kemudian menciptakan suasana jiwa terutama perasaan yang negatif pula.
Burns berpendapat bahwa persepsi individu terhadap realitas tidak selalu
bersifat objektif. Individu memahami realitas bukan bagaimana sebenarnya
realitas tersebut melainkan bagaimana realitas tersebut ditafsirkan. Dan
penafsiran ini bisa keliru bahkan bertentangan dengan realitas sebenarnya.
c.
Terapi untuk
penderita neurosis depresif
Untuk menyembuhkan depresi,
Burns telah mengembangkan teknik terapi dengan prinsip yang disebut terapi
kognitif, yang dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:
1)
Bahwa semua
rasa murung disebabkan oleh kesadaran atau pemikiran yang bersangkutan.
2)
Jika depresi
sedang terjadi maka berarti pemikiran telah dikuasai oleh kekeliruan yang
mendalam.
3)
Bahwa
pemikiran negative menyebabkan kekacauan emosional.
Terapi kognitif dilakukan dengan cara membetulkan pikiran yang salah, yang
telah menyebabkan terjadinya kekacauan emosional. Selain terapi kognitif, bisa
pula penderita depresi mendapatkan farmakoterapi.
6.
Neurasthenia
a.
Gejala-gejala
neurasthenia
Neurasthenia disebut juga penyakit payah. Gejala utama gangguan ini
adalah tidak bersemangat, cepat lelah meskipun hanya mengeluarkan tenaga yang
sedikit, emosi labil dan kemampuan berpikir menurun.
Di samping gejala-gejala utama tersebut juga terdapat gejala-gejala
tambahan, yaitu insomnia, kepala pusing, sering merasa dihinggapi
bermacam-macam penyakit dsb.
b.
Faktor
penyebab neurasthenia
Neurasthenia dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1)
Terlalu lama
menekan perasaan, pertentangan batin, kecemasan.
2)
Terhalanginya
keinginan-keinginan.
3)
Sering gagal
dalam menghadapi persaingan-persaingan
c.
Terapi untuk
penderita neurasthenia
Upaya
membantu penyembuahn penderita neurasthenia dapat dilakukan dengan teknik
terapi sebagai berikut:
1)
Psikoterapi
supportif
2)
Terapi olah
raga
3)
Farmakoterapi.
D. Cara
Penanggulangan Gangguan Psikoneurosis
Penderita Neurosis bisa ditolong
dengan memberikan obat untuk menenangkan dirinya namun itu hanya langkah awal
untuk melakukan pencegahan, hal berikutnya yang dilakukan dengan memberikan
terapi kejiwaan kepada sipenderita melalui jasa psikiater. Namun tidak lupa
diberikan bimbingan untuk melakukan pendekatan kepada sang pencipta dengan
membiasakan beribadah.
Secara umum penanganannya meliputi 3 strategi (Sri,2013) yaitu:
1. Membantu
individu untuk membedakan antara pikiran dengan tindakan.
2. Menerima
segala sesuatu seperti pantangannya sebagaimana orang lainnya dan
mengintegrasikannya kedalam struktur pribadi
3. Membantu
individu untuk membedakan antara bahaya yang memang real dengan bahaya yang
hanya bersifat bayangan saja/pikiran dan berespon secara tepat terhadap bahaya
yang dirasakan
4. Memblock
perilaku yang mengganggu dengan cara memberikan ganjaran yang setimpal bagi
yang bersangkutan.
Keseluruhan strategi tersebut
bertujuan untuk mengurangi gangguan psikoneurosis dan membantu individu untuk
bertindak secara wajar dan normal. Namun, upaya ini membutuhkan waktu sampai
dengan gangguan tersebut benar – benar hilang.
I.
Psikosis
A. Definisi
Psikosis adalah gejala gangguan mental berat di mana seseorang kehilangan
kemampuan untuk mengenali realitas atau berhubungan dengan orang lain dan
mereka biasanya berperilaku dengan cara yang tidak tepat dan aneh. Psikosis
muncul sebagai gejala dari sejumlah gangguan mental, termasuk gangguan suasana
hati (mood) dan gangguan kepribadian, skizofrenia,
halusinasi, delusi, katatonia dan penyalahgunaan zat.
B. Penyebab Psikosis
Penyebab gejala penyakit mental yang lazim diklasifikasikan
sebagai "organik" atau "fungsional". Kondisi organik
terutama medis atau patofisiologi, sedangkan, kondisi fungsional terutama
psikiatris atau psikologis.
1.
Psikologis
Penyebab psikosis fungsional meliputi:
a. Tumor otak
b. Obat amfetamin penyalahgunaan, kokain, alkohol antara lain
c. Kerusakan otak
d. Skizofrenia, gangguan schizophreniform, gangguan schizoafektif,
gangguan psikotik singkat
e. Gangguan bipolar (manik depresi)
f. Parah klinis depresi
g. Parah stres psikososial
h. Kurang tidur
i.
Beberapa gangguan epilepsi
fokal terutama jika lobus temporal dipengaruhi
j.
Paparan beberapa peristiwa
traumatik (kematian kekerasan, dll)
k. Tiba-tiba atau over-cepat menarik diri dari obat rekreasi atau
diresepkan tertentu.
Sebuah episode psikotik
dapat secara signifikan dipengaruhi oleh suasana hati. Sebagai contoh, orang
yang mengalami episode psikotik dalam konteks depresi mungkin mengalami delusi
persecutory atau diri menyalahkan atau halusinasi, sementara orang-orang
mengalami episode psikotik dalam konteks mania dapat membentuk delusi megah.
Stres diketahui untuk
berkontribusi dan memicu negara psikotik. Riwayat psikologis peristiwa
traumatik, dan pengalaman baru-baru ini peristiwa stres, dapat baik
berkontribusi pada pengembangan psikosis. Psikosis
singkat dipicu oleh stres yang dikenal sebagai psikosis reaktif singkat, dan
pasien dapat pulih secara spontan berfungsi normal dalam waktu dua minggu.
Dalam beberapa kasus yang
jarang terjadi, individu dapat tetap dalam keadaan full-blown psikosis selama
bertahun-tahun, atau mungkin memiliki gejala psikotik dilemahkan (seperti
halusinasi intensitas rendah) hadir paling banyak kali. Kurang tidur telah
dikaitkan dengan psikosis. Namun, ini bukan resiko bagi kebanyakan orang, yang
hanya mengalami halusinasi hypnagogic atau hypnopompic, yaitu pengalaman
indrawi yang tidak biasa atau pikiran yang muncul saat bangun tidur atau
tertidur. Ini adalah fenomena tidur normal dan tidak dianggap tanda-tanda
psikosis.
.
2.
Umum medis
Psikosis yang timbul
dari “organik” (non-psikologis) kondisi kadang-kadang dikenal sebagai psikosis
sekunder. Hal ini dapat dikaitkan dengan patologi berikut:
a. Gangguan Neurologis, Termasuk:
1)
Tumor otak
2)
Demensia dengan badan lewy
3)
Multiple sclerosis
4)
Sarkoidosis
5)
Penyakit lyme
6)
Sipilis
7)
Penyakit alzheimer
8)
Penyakit parkinson
9)
Anti-reseptor NMDA
ensefalitis
b. Elektrolit gangguan seperti:
1)
Hipokalsemia
2)
Hipernatremia
3)
Hiponatremia
4)
Hipokalemia
5)
Hypomagnesemia
6)
Hypermagnesemia
7)
Hypercalcemia
8)
Hypophosphatemia
9)
Hipoglikemia
10)
Lupus
11)
Aids
12)
Kusta
13)
Malaria
14)
Onset dewasa menghilang
leukoencephalopathy materi putih
15)
Akhir-onset metachromatic
leukodystrophy
16)
Cerebral keterlibatan
skleroderma (laporan kasus tunggal).
17)
Hashimoto ensefalopati,
suatu kondisi yang sangat jarang terjadi (sekitar 100 kasus yang dilaporkan).
Psikosis
bahkan dapat disebabkan oleh penyakit tampaknya tidak berbahaya seperti flu
atau gondok.
3.
Penggunaan Narkoba Psikoaktif
Berbagai zat psikoaktif (baik legal dan ilegal) telah terlibat
dalam menyebabkan, memperburuk, dan / atau mempercepat negara psikotik dan /
atau gangguan pada pengguna.
Beberapa obat-obatan
seperti fenilpropanolamin bromocriptine dan juga dapat menyebabkan atau
memperburuk gejala-gejala psikotik.
C.
Gejala Psikosis
Orang dengan psikosis mungkin memiliki satu atau lebih dari
berikut ini: halusinasi, delusi, atau gangguan berpikir, seperti yang
dijelaskan di bawah ini.
1.
Halusinasi
Sebuah halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensorik tanpa
adanya rangsangan eksternal. Mereka berbeda dari ilusi, atau distorsi persepsi,
yang merupakan persepsi dari rangsangan eksternal.
Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari lima indra dan
mengambil hampir semua bentuk, yang mungkin termasuk sensasi sederhana (seperti
lampu, warna, rasa, dan bau) dengan pengalaman lebih bermakna seperti melihat
dan berinteraksi dengan hewan sepenuhnya terbentuk dan orang-orang, mendengar
suara, dan memiliki sensasi taktil kompleks.
Halusinasi pendengaran, terutama pengalaman mendengar
suara-suara, adalah fitur umum dan sering menonjol dari psikosis. Suara
halusinasi mungkin berbicara tentang, atau, orang, dan mungkin melibatkan
beberapa pembicara dengan personas berbeda. Halusinasi auditori cenderung
sangat menyedihkan ketika mereka merendahkan, memerintah atau dibicarakan di.
Namun, pengalaman mendengar suara-suara tidak perlu selalu menjadi salah satu
yang negatif.
Satu penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang
mendengar suara-suara yang tidak membutuhkan bantuan psikiater. The Mendengar
Suara Gerakan telah kemudian telah diciptakan untuk mendukung pendengar suara,
terlepas dari apakah mereka dianggap memiliki penyakit mental atau tidak.
2.
Delusi
Psikosis mungkin melibatkan keyakinan delusional, beberapa di
antaranya paranoid di alam. Karl Jaspers telah mengklasifikasikan delusi
psikotik ke'' primer'' dan'' sekunder jenis''.
Delusi primer didefinisikan sebagai yang timbul secara tiba-tiba
dan tidak dipahami dalam hal proses mental normal, sedangkan delusi sekunder
dapat dipahami sebagai dipengaruhi oleh latar belakang seseorang atau situasi
saat ini (misalnya, orientasi seksual atau etnis, agama, keyakinan takhayul).
3.
Gangguan pikiran
Gangguan pikiran menggambarkan gangguan yang mendasari pikiran
sadar dan sebagian besar diklasifikasikan oleh efek pada berbicara dan menulis.
Orang yang terkena dampak menunjukkan melonggarnya asosiasi, yaitu, pemutusan
dan disorganisasi dari isi semantik berbicara dan menulis. Dalam pidato bentuk
parah menjadi dimengerti dan dikenal sebagai "kata-salad".
4.
Skala
Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) menilai tingkat 18
konstruksi gejala psikosis seperti permusuhan, kecurigaan, halusinasi, dan
kebesaran. Hal ini didasarkan pada wawancara dokter dengan pasien dan
pengamatan perilaku pasien selama 2-3 hari sebelumnya. Keluarga pasien juga
dapat memberikan laporan perilaku.
5.
Psikosis Intervensi
Dini
Intervensi dini pada psikosis adalah sebuah konsep yang relatif
baru berdasarkan pengamatan bahwa mengidentifikasi dan mengobati seseorang di
tahap awal psikosis secara signifikan dapat meningkatkan hasil jangka panjang
mereka.
Pendekatan ini menganjurkan penggunaan pendekatan multi-disiplin
intensif selama apa yang dikenal sebagai periode kritis, di mana intervensi
yang paling efektif, dan mencegah morbiditas jangka panjang terkait dengan penyakit
psikotik kronis.
Baru penelitian efektivitas terapi perilaku kognitif pada tahap
pra-sepintas awal psikosis (juga dikenal sebagai "prodrome" atau
"beresiko keadaan mental") menunjukkan bahwa masukan tersebut dapat
mencegah atau menunda timbulnya psikosis.
Menurut Singgih D. Gunarsa (1998 : 140), psikosis ialah gangguan
jiwayang meliputi keseluruhan kepribadian, sehingga penderita tidak
bisamenyesuaikan diri dalam norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum.W.F.
Maramis (2005 : 180), menyatakan bahwa psikosis adalah suatugangguan jiwa
dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality ). Kelainanseperti ini dapat
diketahui berdasarkan gangguan-gangguan pada perasaan,pikiran, kemauan,
motorik, dst. sedemikian berat sehingga perilaku penderitatidak sesuai lagi
dengan kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak dapatdimengerti oleh orang
normal, sehingga orang awam menyebut penderitasebagai orang gila. Berbicara
mengenai psikosis, Zakiah Daradjat (1993 : 56), menyatakansebagai berikut.
Seorang yang diserang penyakit jiwa (psychosis), kepribadiannya
terganggu, dan selanjutnya menyebabkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan
wajar, dan tidak sanggup memahami problemnya. Seringkali orang sakit jiwa tidak
merasa bahwa dirinya sakit, sebaliknya ia menganggap dirinya normal saja,
bahkan lebih baik, lebih unggul, dan lebih penting dari orang lain. Definisi
berikutnya tentang psikosis (Medline Plus, 200) rumusannya sebagai berikut: Psikosis,
menurut Medline Plus adalah kelainan jiwa yang ditandai dengan hilangnya
kontakdengan realitas, biasanya mencakup ide-ide yang salah tentang apa yang
sebenarnya terjadi, delusi, atau melihat atau mendengar sesuatu yangsebenarnya
tidak ada (halusinasi).Dari empat pendapat tersebut dapat diperoleh gambaran tentang
psikosisyang intinya sebagai berikut:
a. Psikosis merupakan gangguan jiwa yang berat, atau tepatnya
penyakit jiwa, yang terjadi pada semua aspek kepribadian.
b. Bahwa penderita psikosis tidak dapat lagi berhubungan dengan
realitas,penderita hidup dalam dunianya sendiri.
c. Psikosis tidak dirasakan keberadaannya oleh penderita.
Penderitatidak menyadari bahwa dirinya sakit.
d. Usaha menyembuhkan psikosis tak bias dilakukan sendiri
olehpenderita tetapi hanya bisa dilakukan oleh pihak lain.
e. Dalam bahasa sehari-hari, psikosis disebut dengan istilah gila.
II.
Perbedaan Psikosis dan Psikoneurosis